Dugaan Jual Beli SIM C di Satpas Polres Tuban: RealitaHukum Dorong Kasus Ini Diusut Hingga ke Polda Jatim


Tuban –matajatimnews.com

Isu jual beli Surat Izin Mengemudi (SIM) C di lingkungan Satpas Polres Tuban kembali mengguncang kepercayaan publik terhadap pelayanan kepolisian. Sejumlah warga menuding adanya praktik “jalur cepat” yang bisa digunakan untuk mendapatkan SIM tanpa ujian teori maupun praktik — cukup dengan menyerahkan sejumlah uang kepada oknum internal.

Kesaksian itu datang dari Icho Figiawan, warga yang mengaku memperoleh SIM C melalui bantuan seorang oknum pegawai Tata Usaha (TU) Satpas Polres Tuban yang diduga bernama Hermin. Ia mengaku hanya perlu membayar Rp750 ribu dan tidak menjalani tahapan ujian sama sekali.

Cerita berlanjut pada Agustus 2025, ketika Icho kembali dimintai tolong oleh temannya bernama Imam untuk menanyakan tarif terbaru pembuatan SIM C. Oknum yang sama menyebut harga kini mencapai Rp980 ribu. Imam akhirnya batal membuat SIM karena biaya tidak wajar itu, sekaligus gagal memenuhi syarat kerja yang membutuhkan SIM aktif.

Praktik seperti ini menimbulkan pertanyaan besar: di mana pengawasan aparat terhadap pelayanan publik di lingkup Satpas Polres Tuban? Apakah tidak ada sistem kontrol internal yang memastikan proses penerbitan SIM berjalan sesuai aturan? Jika benar praktik pungli ini sudah berlangsung lama, maka pembiaran berarti sama dengan keterlibatan.

Ali Mukhsan, Direktur Utama RealitaHukum.my.id, menegaskan bahwa kasus ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Menurutnya, informasi yang muncul dari masyarakat harus ditindaklanjuti secara serius oleh aparat penegak hukum, termasuk Polda Jawa Timur dan jajaran di bawahnya.

> “Kami akan terus mendorong agar kasus ini tidak berhenti di meja pemberitaan. Dugaan pungli di Satpas Polres Tuban adalah cermin bobroknya sistem pengawasan. Jika ada oknum bermain, maka harus diusut sampai tuntas — bahkan hingga ke tingkat Polda,” tegas Ali Mukhsan.

Ia menambahkan, RealitaHukum akan mengirimkan laporan resmi berisi temuan awal dan kesaksian masyarakat kepada Bidang Propam Polda Jatim sebagai bentuk pengawalan publik terhadap transparansi penegakan hukum.

Secara normatif, praktik pungutan liar dalam pelayanan publik termasuk dalam tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 423 KUHP tentang penyalahgunaan jabatan. Hukuman maksimalnya bisa mencapai 20 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.

Ali Mukhsan juga mengingatkan, jika kasus seperti ini terus dibiarkan tanpa tindakan nyata, maka kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri akan semakin tergerus.

> “Jangan biarkan spanduk anti pungli hanya jadi hiasan dinding. Hukum harus berlaku bagi siapa pun, termasuk bagi aparat yang melanggarnya,” ujarnya.

RealitaHukum menegaskan komitmennya untuk terus memantau perkembangan kasus ini dan memastikan aparat berwenang benar-benar menindaklanjuti laporan dugaan jual beli SIM di Satpas Polres Tuban.

Publik kini menunggu, apakah penegakan hukum benar-benar akan berjalan — atau kembali terkubur di antara meja birokrasi dan kepentingan institusional.

Tim redaksi 

Lebih baru Lebih lama