Pertemuan Wali Allah dengan Pendosa yang Bertaubat



       BAGHDAD, MATA JATIMNEWS.COM

pada masa kejayaan Islam, dikenal sebagai pusat ilmu, perdagangan, dan peradaban. Di setiap sudut kota, majelis ilmu digelar, ulama-ulama besar hadir, dan para penuntut ilmu datang dari berbagai negeri. Di antara tokoh agung kala itu, berdirilah nama besar Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani, seorang ulama kharismatik yang dikenal dengan kedalaman ilmu, keteguhan takwa, dan kewalian yang masyhur di seluruh Baghdad.

Suatu hari, Syekh Abdul Qodir berjalan bersama murid-muridnya menuju sebuah majelis ilmu. Orang-orang di sepanjang jalan berdiri memberi salam penuh hormat; sebagian merunduk, sebagian mencium tangan beliau. Murid-muridnya merasa bangga dapat berjalan di sisi seorang ulama besar yang namanya harum di seluruh negeri.

Namun, di tengah perjalanan, dari arah berlawanan muncullah seorang pemabuk berat. Pakaian lusuh, tubuh ringkih, dan bau minuman keras menyengat udara. Orang-orang segera menjauh dengan rasa jijik. Sebagian mencibir, sebagian memaki. Akan tetapi, pemabuk itu justru berjalan mantap ke arah Syekh Abdul Qodir.

“Guru, izinkan kami menjauhkan orang ini. Ia bisa mengganggu perjalanan kita,” ujar salah satu murid dengan nada keras.

Syekh Abdul Qodir mengangkat tangan memberi isyarat agar mereka diam. Wajah beliau tetap teduh. Pandangannya penuh belas kasih, bukan benci. Seakan beliau mampu melihat secercah cahaya fitrah yang masih tersisa dalam diri si pendosa itu.

Pemabuk itu berhenti di hadapan Syekh Abdul Qodir. Dengan suara serak, ia berkata:

“Wahai Abdul Qodir, aku ingin bertanya. Apakah Allah itu Maha Kuasa?”

Murid-murid tersentak. Bagi mereka, pertanyaan itu terdengar lancang. Namun Syekh Abdul Qodir tersenyum lembut, lalu menjawab dengan bijak:

“Tentu saja, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada yang luput dari kehendak-Nya.”

Pemabuk itu melanjutkan, suaranya bergetar:

“Kalau begitu, apakah Allah mampu mengampuni dosa-dosa yang begitu banyak? Aku berlumuran maksiat, mabuk khamar, dan hidup dalam kehinaan. Masihkah ada pengampunan untukku?”

Dengan penuh kelembutan, Syekh Abdul Qodir menjawab:

“Benar. Allah Maha Pengampun. Jika engkau datang kepada-Nya dengan hati yang tulus dan bertaubat sungguh-sungguh, dosa besar sekalipun akan diampuni. Bahkan jika dosamu seluas lautan, Allah tetap akan menghapusnya.”

Pemabuk itu mulai terisak. Tubuhnya gemetar. Setelah menarik napas panjang, ia memberanikan diri bertanya lagi—pertanyaan yang membuat suasana hening:

“Kalau begitu, wahai Abdul Qodir, apakah Allah mampu menjadikanmu seorang ahli maksiat sepertiku, dan menjadikanku seorang mulia sepertimu?”

Murid-murid sontak marah. Mereka menganggap pertanyaan itu penghinaan. Namun tiba-tiba wajah Syekh Abdul Qodir berubah pucat. Matanya basah. Air mata jatuh deras. Seketika beliau tersungkur sujud di tanah, tangisnya pecah, tubuhnya terguncang hebat.

Di sela tangisnya, beliau berkata:

“Wahai murid-muridku, ketahuilah… pertanyaan ini mengguncang hatiku. Semua keadaan manusia sepenuhnya ada di tangan Allah. Jika Allah berkehendak, Dia mampu meninggikan seorang ahli maksiat menjadi wali, dan merendahkan seorang alim menjadi hina, dalam sekejap.”

Murid-murid terdiam. Air mata mereka mengalir, menyadari betapa lemahnya manusia di hadapan kuasa Allah yang membolak-balikkan hati.

Melihat itu, pemabuk pun ikut menangis tersedu-sedu. Dengan suara parau ia berkata:

“Wahai Syekh Abdul Qodir, aku bertaubat. Demi Allah yang Maha Kuasa, aku ingin meninggalkan dosaku dan kembali kepada-Nya.”

Syekh Abdul Qodir bangkit, memeluk pemabuk itu erat. Air mata keduanya bercampur. Beliau membimbingnya mengucapkan kalimat taubat, lalu mengajarkan doa-doa memohon ampunan. Murid-murid yang menyaksikan peristiwa itu pun ikut menangis, merasakan getaran iman yang dalam.

Sejak hari itu, hidup si pemabuk berubah total. Ia meninggalkan minuman keras, mulai menuntut ilmu, beribadah dengan tekun, dan dikenal sebagai teladan di lingkungannya. Sosok yang dahulu dipandang hina kini menjelma menjadi pribadi mulia—sebuah bukti nyata bahwa pintu taubat Allah selalu terbuka, dan kuasa-Nya mampu membalikkan keadaan siapa pun, kapan pun.

Redaksi 

Lebih baru Lebih lama