Surabaya || Menyoroti dugaan penjualan atribut dan seragam sekolah di SD Negeri Sememi 1, Kecamatan Benowo, Surabaya, serta sikap Kepala Sekolah,Eko Julistiono yang dinilai menghindar dari konfirmasi media terkait isu tersebut.
Dugaan Pelanggaran Kepala Sekolah SD Negeri Sememi 1, Eko, melakukan praktik penjualan:
Atribut sekolah,Seragam batik dan Seragam olahraga,Total biaya yang harus dikeluarkan wali murid kelas 1 tahun ajaran 2025-2026 untuk tiga item tersebut adalah Rp 265.000.
Praktik ini dinilai bertentangan dengan program pendidikan gratis pemerintah dan berpotensi melanggar aturan larangan pungutan di lembaga pendidikan sekolah negeri, sebagaimana dikritik oleh Pemerhati Pendidikan, Noer Khalifah.
Hal ini dikhawatirkan menambah beban bagi siswa dan orang tua, khususnya dari kalangan kurang mampu.
"Sikap Kepala Sekolah Eko yang dianggap "alergi dengan wartawan" dan menghindar dari upaya konfirmasi media, baik saat didatangi di sekolah maupun melalui pesan WhatsApp.
Sikap ini dianggap enggan menerapkan keterbukaan informasi publik.
Kepala Sekolah dituduh tidak paham dan tidak taat terhadap regulasi, khususnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), yang mewajibkan badan publik (termasuk sekolah negeri) untuk terbuka dan memberikan informasi yang benar kepada masyarakat.
Media/pers sebagai kontrol sosial yang dilindungi undang-undang tidak dapat menjalankan fungsinya karena sulitnya konfirmasi.
Tuntutan dan Harapan Masyarakat
Masyarakat, melalui Pemerhati Pendidikan Noer Khalifah, menyampaikan tuntutan agar, Kepala Dinas Pendidikan dan Pemerintah Kota Surabaya mengevaluasi kinerja Kepala Sekolah Eko Julistiono,
Dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap praktik penjualan seragam/atribut serupa di sekolah-sekolah lain di Surabaya, untuk memastikan program pendidikan gratis berjalan dan tidak ada beban tambahan bagi orang tua.
Hingga berita diterbitkan, Dinas Pendidikan Kota Surabaya belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait isu ini.
Isu ini menunjukkan adanya ketegangan antara program pendidikan gratis pemerintah dan dugaan praktik pungutan liar (pungli) dalam bentuk penjualan atribut/seragam, serta masalah transparansi dan akuntabilitas kepemimpinan di tingkat sekolah.
(Penulis ahot)