Menurut Mahfud, kasus yang menimpa JK hanyalah satu dari sekian banyak contoh modus mafia tanah yang selama ini terjadi. Ia menjelaskan bahwa pola praktiknya selalu serupa: sertifikat dipalsukan, data dimanipulasi, lalu pemilik asli justru dipaksa menggugat demi mempertahankan haknya.
“Apa yang terjadi pada Pak JK itu modus umum para penggarong tanah,” tegas Mahfud. “Sertifikatnya asli, tanahnya dibeli 35 tahun lalu, tapi tiba-tiba dijual oleh orang lain yang sama sekali tidak punya hak.”
Mahfud menilai pola ini berulang karena adanya permainan antara oknum aparat, pihak di Badan Pertanahan Nasional (BPN), hingga jaringan di pengadilan. Ia mempertanyakan bagaimana sertifikat baru bisa terbit tanpa dasar hukum yang sah.
“Itu pasti ada permainan. Tidak mungkin sertifikat baru muncul tanpa keterlibatan aparat,” ujarnya.
Kasus Lahan 16 Hektare Milik JK di Makassar Jadi Sorotan
Sengketa lahan milik Jusuf Kalla di Makassar yang luasnya sekitar 16 hektare kini menjadi perhatian nasional. Lahan yang dibeli lebih dari tiga dekade lalu itu tiba-tiba diklaim sebagai bagian dari kawasan GMTD, perusahaan properti yang sebagian sahamnya dimiliki Lippo Group.
JK yang turun langsung ke lokasi menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk perampasan hak.
“Saya punya sertifikat, saya beli sendiri. Kalau tiba-tiba dibilang milik orang lain, itu perampokan kehormatan orang Makassar,” ungkap JK dengan nada emosional.
Ia menegaskan siap membawa perkara ini ke proses hukum tertinggi dan meminta agar pengadilan tidak boleh dipermainkan.
Mahfud: Ini Bentuk Penjarahan Modern
Menanggapi kasus tersebut, Mahfud mengingatkan bahwa praktik seperti ini sudah lama terjadi. Ia pernah menemukan kasus serupa saat menjabat Menko Polhukam, di mana tanah BUMN yang memiliki sertifikat sah justru hampir kalah di pengadilan karena permainan oknum.
“Sebelumnya saya hentikan eksekusi tanah seperti itu. Saya bilang, pidanakan dulu semua yang bermain sebelum ada eksekusi,” kenangnya.
Menurut Mahfud, keberadaan mafia tanah adalah bentuk “penjarahan modern” yang merusak logika hukum dan merampas hak masyarakat.
“Kalau sertifikat bisa dipalsukan, hukum diputar, dan korban disuruh menggugat, berarti negeri ini sedang diuji: apakah kita berani menegakkan kebenaran atau memilih diam di bawah bayang mafia yang berseragam rapi,” ujarnya lirih.
